Arti
Seorang Guru
Waktu
itu di pertengahan tahun 2014 banyak berita membahas terpilihnya presiden baru
dengan sosok tokoh saat itu terkenal dengan kebiasaan “blusukan” nya. Sesekali Aku
tajamkan pendengaranku menyimak sekilas berita itu, bukan tertarik hanya penasaran
saja. Namun pendengaranku teralihkan saat ibu memanggilku untuk sarapan sebelum
berangkat ke sekolah. Ini adalah hari pertamaku menjadi siswa kelas XI Jurusan
IPS di SMA Negeri satu-satunya di desaku. Namaku Ariana Febriani, seperti biasa
aku berangkat naik ojek. Sesampainya di sekolah aku langsung masuk kelas XI IPS
1 dan bertemu dengan teman-teman yang tidak begitu asing karena kami pernah
bertemu saat di kelas X, meskipun ada beberapa yang belum ku kenali. Tak lama
kemudian bel sekolah berbunyi pertanda pelajaran akan segera dimulai. Jam
pertama dikelasku adalah pelajaran matematika.
“Selamat
pagi anak-anakku”sapa seseorang berkacamata dan berkumis.
“Pagi
pak” jawab serentak siswa-siswi kelas XI IPS 1.
“Jam
pertama ini bapak belum akan memberikan materi. Kita perkenalan dulu saja” kata
seseorang berkacamata dan berkumis.
“Perkenalkan
nama bapak Asep Wicaksana, kalian bisa panggil saya pak Asep” lanjut seseorang
berkacamata dan berkumis.
“Wahhhh...namanya
sama kaya kamu sep” teriak salah satu siswa pada temannya yang bernama asep
itu.
“Mana
yang namanya asep?” tanya Pak Asep.
“Saya
pak” angkat tangan sambil malu-malu
“Memang
kasep kamu nak, seperti saya” kasep menurut bahasa sunda artinya adalah ganteng.
“Tapi
masih kasep bapak, kan bapak udah laku udah punya istri” lanjut pak asep,
seketika seluruh siswa tertawa.
“Baiklah
khusus kelas ini kalian panggil saya Pak Wicak saja ya, kasian nanti Asep
tersaingi sama Bapak,” riuh suara tertawa siswa sekelas.
“Sudah,
sudah. Mau lanjut tidak perkenalannya,” goda Pak Wicak untuk menghentikan riuh
tawa siswa satu kelas ini.
“Mau
pak,” jawab kompak satu kelas.
“Sekarang
bapak tinggal di perumahan kebon kembang. Bapak memiliki satu istri dan dua
orang anak” jawab Pak Wicak.
“Anak
bapak masih sekolah atau sudah lulus pak?” tanya salah satu siswa.
“Anak
bapak yang pertama laki-laki, sekarang kuliah di Semarang sudah Semester 6. Anak
bapak yang perempuan sama dengan kalian kelas XI,” jawab Pak Wicak.
“Sudah
punya pacar belum anak bapak yang perempuan?” tanya salah satu siswa, membuat
semua siswa-siswi kelas XI IPS 1 tertawa.
“Sekolah
dulu yang bener nak,” jawab Pak Wicak dengan tersenyum.
“Sekarang
gantian kalian satu persatu perkenalan, mulai dari kamu nak yang paling depan
sebelah kanan.” Lanjut memberi intruksi.
Itulah
awal perkenalanku dan teman-temanku dengan Pak Asep, eh.. Pak Wicak maksudnya,
sosok yang humoris yang akrab dengan muridnya. Itulah kesan pertamaku dengan
Pak Wicak, guruku yang menginspirasi.
Tak
terasa sudah hari Senin lagi, rasanya waktu berlalu begitu cepat. Aku letakkan
tasku dikursi sambil melihat kursi sebelahku masih kosong.
“Ah...pasti
rahayu telat lagi. Rahayu belum dateng mbak fit?” tanyaku pada Mb Fitri.
“Belum
na.” Jawab Mb Fitri.
Ku
amati sekelilingku, mereka sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.
Teman-teman cowok sibuk mengobrol piala dunia yang waktu itu negara Jerman
menang tipis 1-0 atas Argentina melalui perpanjangan waktu. Sedangkan Teman-teman
cewek sibuk membicarakan kegemaran
mereka masing-masing. Sedangkan aku? Entahlah, hanya memandang kosong luar
jendela kelas. Sangat tidak bersemangat saat itu. Tiba-tiba sekelilingku
terdiam, sudah bisa dipastikan pak wicak
datang, bersama itu pula datang rahayu di belakang pak Wicak.
“Selamat
pagi anak-anak”
“Selamat
pagi pak”
“Sebelum
mengawali pembelajaran, salah satu pimpin doa” Ketua kelas memimpin doa.
“Siapkan
buku paketnya, kita pelajari materi Bab 1 tentang statistika,”
“Kalian
baca materi dari halaman 1-5, bapak ijin keluar kelas dulu sebentar.”
Beberapa
menit kemudian pak Wicak datang dengan membawa solasi dan kertas karton
berbentuk kartu berukuran 10 cm x 15 cm sebanyak jumlah siswa kalau tidak salah
pada saat itu.
“Ada
yang mau ditanyakan terkait dengan materi yang kalian baca?”
“Belum
pak”
“Ya
sudah kalau begitu, salah satu maju ke depan bantu Bapak membagikan kartu
indeks ini”
Aku
baru mengetahui sekarang setelah baca-baca di internet, yang dilakukan pak
Wicak waktu itu adalah metode card short disebut juga sortir kartu yaitu
pemilahan kartu. Metodenya yaitu masing-masing siswa diberikan kartu indeks yang
berisi materi pelajaran, kartu indeks dibuat berpasangan berdasarkan definisi,
kategori/kelompok, misalnya kartu yang berisi konsep dan soal mengenai mean
(rata-rata), siswa diminta mencari anggota kelompok dengan cara mencocokkan
kartu yang dipegangnya apakah memiliki kesamaan definisi atau kategori
tertentu. Kemudian siswa diminta membuat peta konsep dan mempresentasikan hasil
diskusi kelompok. Setelah itu guru melakukan refleksi dan kesimpulan. Tujuan
metode tersebut untuk mempermudah dalam pemahaman materi dengan melibatkan
siswa secara langsung, selain itu agar siswa tidak bosan. Itulah guruku seorang
yang mengajarkan kemudahan bukan menjelaskan kerumitan.
Hari
senin pun tiba, suasana kelas berbeda dari biasanya, teman-teman sibuk menulis.
Ahh iya.. kemarin Pak Wicak memberi kami tugas rumah untuk diselesaikan.
Untunglah sudah aku kerjakan tadi malam.
“Tugas
kamu sudah selsai na?” tanya Novia, salah satu temanku, dia salah satu siswa
pintar dan cantik di kelasku.
“Iya
sudah, tapi belum tau benar atau salah.”aku ambil buku dari tasku
“Aku
pinjam ya? Mau aku cocokkan jawabanmu dengan punyaku.”
“Silahkan”
sambil memberikan buku itu pada Novia.
Sambil
menunggu Pak Wicak masuk, aku berdiskusi dengan novia membahas penyelesaian
tugas itu. Selang beberapa menit, Pak Wicak masuk kelas. Seperti biasa kami
berdoa sebelum memulai pelajaran.
“Ada
tugas rumah tidak nak?”tanya Pak Wicak.
“Ada
pak”
“Salah
satu maju ke depan menuliskan jawaban di papan tulis” perintah Pak Wicak
Temanku
yang bernama Fatma maju ke depan untuk menuliskan jawabannya. Sambil menunggu
Fatma selesai, ku lihat Pak Wicak berkeliling menghampiri teman-teman satu
persatu menanyakan kesulitan dalam penyelesaian soal sesekali ku lihat mereka
bercanda bersama.
“Ada
kesulitan tidak nak?”
aku
kaget, di sampingku sudah ada Pak Wicak
“Sementara
ini masih bisa saya atasi pak” jawabku pada Pak Wicak.
“Bagus
kalau begitu. Kalau ada yang kurang mengerti tanyakan saja pada Bapak. Dan
bantu teman-temanmu yang kurang mengerti yaa. Ingaaatt.., bantu memahami,
jangan memberi contekan ya. Itu dua hal yang berbeda.”
“Baik
pak, terima kasih pak”
Setelah
selesai membahas soal dan materi. Bel istirahat pun berbunyi menandakan
pelajaran matematika hari ini selesai.
Akhirnya
hari senin pun tiba, terasa begitu lama karena aku menantikan hari ini. Iya, karena
ada pelajaran matematika. Bukan tentang materinya, tapi tentang bagaimana Pak
Wicak menyampaikan materi itu.
“Selamat
pagi anak-anak”
“Selamat
pagi pak”
“Kita
melanjutkan materi minggu yang lalu masih dengan peluang”
“Iya
pak”
“Bapak
ada teka-teki soal peluang begini persoalannya, hari Minggu kamu pergi ke pasar
untuk membeli apel. Kemudian ada seorang pedangang buah yang menawarkan buahnya
dengan cara unik. Dia menaruh 5 buah apel berwarna merah dan 2 apel berwarna
hijau ke dalam suatu kotak. Ketujuh apel itu identik dan besarnya sama. Kamu
diminta membayar Rp 5000,- lalu boleh mengambil secaraacak tiga buah apel. Jika
ketiganya berwarna merah maka kamu boleh membawa semuanya. Tetapi jika ada yang
berwarna hijau maka kamu hanya boleh membawa pulang apel yang berwarna hijau
tersebut. Harga apel merah Rp 5.000,- per buah, sedangkan apel hijau Rp 3000,-
per buah. Apakah kamu akan mengambil kesempatan yang ditawarkan oleh pedagang
buah tersebut? Kalian bisa berdiskusi dengan teman sebangku.”
“Iya
pak”
Suasana
kelas terlihat sibuk masing-masing, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
Semua siswa otomatis berhenti dari diskusinya, dan memandang pintu secara
bersamaan. Ternyata rahayu, dia segera masuk kelas dan menghampiri tempat duduk
Pak Wicak. Aku lihat setelah Rahayu berbincang dengan Pak Wicak sebentar dia
langsung duduk di kursinya, sebelahku.
“Kamu
baik-baik aja Rahayu?” ku tanya keadaannya karena kulihat matanya sembab
“Aku
baik-baik aja, disuruh ngapain?”
“Ini
dikasih teka teki soal peluang, disuruh menganalisis.”
Sudah
dapat kupastikan, saat itu Rahayu sedang tidak baik-baik saja. Tidak sekali ini
dia terlambat datang ke kelas, hampir setiap hari. Aku selalu menanyakan apa
alasannya dan dia hanya tersenyum.
Selesai
pelajaran matematika, aku berniat menanyakan lagi keadaan Rahayu.
“Rahayu,
aku mau bicara sebentar boleh?”
“Maaf
na, nanti aja ya aku ada urusan”
“Ohh,
iya yu”
Aku
mengikuti dari belakang, ternyata Rahayu ke ruang guru menemui Pak Wicak. Bel
masuk berbunyi, kulihat Rahayu masuk kelas dengan mata merah seperti habis
menangis.
“Kamu
kenapa yu?”
“Gak
papa na”
“Ada
yang bisa aku bantu yu? Ayolah cerita sama aku”
“Aku
baik-baik aja, beneran”
“Kalau
ada apa-apa, jangan sungkan cerita sama aku ya”
“Iya
ariana cerewet.” Kamipun tertawa bersama.
Hari
yang kunanti pun tiba, iya hari senin. Aku penasaran, kejutan-kejutan apa lagi
yang akan dibawa Pak Wicak nanti. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB, tidak
biasanya Pak Wicak datang terlambat.
“Selamat
pagi anak-anak”
“Pagi
pak”
“Maaf
hari ini Bapak datang terlambat, ada yang harus bapak selesaikan. Sekarang bapak
bagikan angket untuk kalian, diisi dan tidak perlu dikasih nama”
“Iya
pak”
Itu
adalah angket yang berisi pertanyaan tentang kesan, kritik dan saran cara
mengajar Pak Wicak selama mengajar di kelas kami. Hari itupun tidak ada materi,
selesai mengisi angket Pak Wicak bercerita berbagai pengalamannya. Aku dan
teman-temanku juga bergantian bercerita tentang pengalaman kami.
Hari
senin tiba, saatnya pelajaran matematika. Jam menunjukkan pukul 07.30 WIB, Bu
Fatimah masuk kelas kami untuk menggantikan Pak Wicak sementara yang
berhalangan hadir saat itu.
Hari
senin berikutnya dan berikutnya, Bu Fatimah yang mengajar matematika di kelas
kami. Aku dan Rahayu inisiatif menanyakan alasan Pak Wicak belum masuk kepada
Bu Fatimah setelah pelajaran selesai. Bu Fatimah menjelaskan alasan Pak Wicak
tidak masuk sementara karena sedang mengikuti program Guru Garis Depan. Itu
adalah salah satu program pemerintah mengalokasikan 3.500 guru untuk ditempatkan
di wilayah terpencil, khususnya daerah Papua dan Papua Barat. Aku melihat raut
wajah Rahayu tampak sedih, setelah aku
bertanya ternyata Rahayu sedih belum sempat mengucapkan terima kasih
pada Pak Wicak karena sudah membantunya dari suatu permasalahan yang tidak bisa
aku tuliskan disini. Aku melihat perubahan yang baik pada Rahayu setelah dia
menemui Pak Wicak waktu itu.
Tahun
2017, sekarang aku adalah mahasiswi di
salah satu Politeknik Negeri di Indonesia. Saat ini juga, aku belum mendengar
kabar lagi tentang Pak Wicak. Kabar
terakhir yang aku dapat yaitu awal tahun 2016 saat aku mengikuti kegiatan
sosialisasi di SMA tersebut. Salah satu guru senior sekolahku Bu Ningsih
bercerita jika Pak Wicak memutuskan untuk tetap mengajar dan tinggal di Papua
membawa istri serta anaknya.
Aku
tersenyum bangga saat itu, aku pikir memang tugas utama seorang guru bukan
hanya mengajar tapi juga memberi contoh, inspirasi dan yang paling penting
adalah membuat murid senang belajar serta menikmati proses belajar itu sendiri.
Hal-hal diatas yang aku ceritakan hanya sebagian kecil dari banyaknya
pendekatan Pak Wicak dalam mengajar yang membawa efek positif kepada
murid-murid, khususnya diriku sendiri sebagai generasi penerus bangsa.
-end-
Komentar
Posting Komentar